Pengikut

Minggu, 15 Januari 2012

Diani Budiarto di Antara Bonhoeffer dan Hitler

Dietrich Bonhoeffer mempunyai sebuah ungkapan yang sangat terkenal, “When Christ calls a man, he bids him come and die.” (Terjemahan langsungnya kira kira, Ketika Kristus memanggil seseorang, maka tawaranNYa adalah datang dan mati bagiNYa). Ungkapan ini semakin terkenal, karena akhirnya Bonhoeffer memang dihukum gantung sampai mati dalam usianya 39 tahun.

Keberaniannya untuk secara terbuka berkhotbah menentang Hitler, serta kedekatannya dengan orang orang yang mempunyai rencana untuk membunuh Hitler adalah alasan untuk penggantungan dirinya. Usia 39 tahun meninggal lah dia sebagai seorang pendeta yang tergolong cerdas, dan berani. Tiga minggu kemudian setelah dia digantung, Hitler kalah. Perang dunia kedua pun berakhir. Hitler hanya sejarah, sedangkan gereja tetap tumbuh dan makin besar di Jerman dan diseluruh dunia.

Di Bogor ada Walikota yang bernama Diani Budiarto, terkenal karena dua hal. Kesukaannya kepada anak ABG yang akhirnya dikawininya, dan juga keberaniannya untuk menentang keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia berkaitan dengan IMB GKI Yasmin. Keberaniannya yang mengakibatkan warga GKI Yasmin menderita karena harus beribadah di trotoar.

Meskipun keberadaan GKI dan ijin untuk beribadah didukung oleh Banser, GP Ansor, Hasyim Mujadi, Wahid Institute, Ibu Siti Nuriyah, DPR melalui Eva Sondari dari PDI-P serta islam moderat lainnya, namun keberanian Diani Budiarto untuk menentang keputusan MA yang menghijinkan GKI Yasmin tidak bergeming. Tetap ijin untuk beribadah di dalam Gedung Gereja ditolaknya. Situasi ini membuat perhatian dunia selalu tertuju ke Bogor, dibuktikan dengan kunjungan Sekjen Dewan Gereja Sedunia ke GKI Yasmin.

Apa alasan Diani Budiarto? Tidak ada jawaban rasional, hanya dia yang tahu. Surya Dharma Ali sang menteri agama menegaskan bahwa pelarangan GKI Yasmin bukan masalah agama. Lalu alasan apa? Sebab kalau itu alasan agama, memang sangat tidak masuk akal, karena Undang Undang Dasar 1945 mendukung kebebasan beragama. Alasan lingkungan? Juga bukan, karena masyarakat yang demo pun bukan penduduk sekitar Yasmin. Alasan ekonomis? Mungkin saja ada alasan ekonomis jika ada yang berminat terhadap tanah gereja Yasmin.

Alasan Politis? Sulit dicari logikanya bahwa ada alasan politisnya. Sebab sekitar 7 km dari lokasi GKI Yasmin ada Convention Centre di Sentul yang sangat megah dan menjadi salah satu Convention Centre yang terbaik yang dimiliki oleh Gereja. Bahkan Justine Bieber pun manggung disitu. Serta keberadaannya sangat bermanfaat untuk peningkatan ekonomi penduduk sekitar. Jika ada acara disini, anak anak muda pengojek payung bisa mendapat penghasilan Rp 100.000 – Rp 200.000,. setengah hari. Belum lagi tukang parkir, penjual segala makanan, penjual pakaian, sepatu dan sandal sehingga masyarakat sekitar sangat tertolong.

Fenomena yang sangat menarik terjadi di GKI Yasmin, bahwa gereja ini didukung oleh sebagian besar kaum muslimin. Tetapi Diani Budiarto tetap pada pendiriannya tidak memberikan ijin. Sampai kapan? Tentu sampai Diani Budiarto akan lengser. Mungkin kah gereja dihambat? Tidak. Kematian Bonhoeffer ternyata bukan menghambat perlawanan Gereja Jerman kepada Hitler. Bahkan Hitler yang akhirnya meninggal serta seluruh kemegahannya menjadi sirna, gereja tetap berdiri. Di Bogor pun kemungkinan akan seperti itu. Kerasnya Diani Budiarto hanya akan membuat warga gereja sebentar beribadah di trotoar atau di tepi jalan. Setelah itu suatu saat GKI Yasmin akan berdiri dengan megah, dan jemaatnya bisa bergereja dengan baik. Lalu bagaimana Diani Budiarto akan diingat oleh sejarah? Warga Gereja GKI Yasmin akan memaafkannya, karena dia tidak tahu apa yang diperbuatnya. Apalagi Diani Budiarto tidak lah sekelas Hitler.

Diolah dari berbagai Sumber : http://sejarah.kompasiana.com/2011/11/02/diani-budiarto-di-antara-bonhoeffer-dan-hitler/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar